Kuantan Singingi, Kilas Balik — Klarifikasi yang disampaikan oleh Ari, Aden, dan Buyung terkait tuduhan keterlibatan mereka dalam aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Sungai Ongau, Pulau Padang, Kecamatan Singingi, justru memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Pasalnya, fakta-fakta lapangan menunjukkan adanya jejak aktivitas alat berat di lokasi, serta kerusakan fisik lahan yang mengindikasikan praktik tambang ilegal.
Berdasarkan hasil investigasi lanjutan dan kesaksian warga setempat, aktivitas PETI di lokasi masih berlangsung hingga saat ini, menggunakan excavator merek Komatsu.
> “Alat berat itu masih beroperasi. Mereka kerja seperti tidak takut hukum. Seolah kebal dari tindakan aparat,” ungkap seorang warga yang mewanti-wanti namanya tidak dicantumkan karena alasan keamanan.
Langgar UU Minerba dan Kehutanan, Bukan Pelanggaran Ringan
Tindakan Penambangan Tanpa Izin di kawasan hutan bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk kejahatan lingkungan yang masuk kategori pidana berat.
1. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba):
Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi (IUP/IUPK) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
2. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
Pasal 50 ayat (3) huruf g dan Pasal 78 ayat (6):
“Setiap orang yang melakukan kegiatan dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat berwenang dapat dipidana paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp5.000.000.000,00.”
3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 98 dan 99:
Mengatur pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.
Sejumlah elemen masyarakat, tokoh adat, dan pegiat lingkungan meminta Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan agar tidak menolerir upaya-upaya pembelaan kosong dan segera mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat.
> “Pak Kapolda dikenal tegas soal lingkungan. Ini waktunya pembuktian. Jangan biarkan kerusakan hutan berlindung di balik klarifikasi sepihak,” kata seorang pegiat lingkungan Riau.
Selama ini, Kapolda Riau memang dikenal vokal menjaga tuah dan marwah Bumi Lancang Kuning. Komitmennya terhadap konservasi lingkungan telah ditunjukkan lewat gerakan penanaman pohon, kampanye hijau, hingga penindakan terhadap tambang ilegal di sejumlah kabupaten.
Namun di Kuansing, publik menanti langkah nyata yang tidak pandang bulu, termasuk jika pelaku melibatkan oknum lokal yang memiliki jaringan kuat.
Dunia pers diingatkan agar tidak menjadi tempat untuk mencuci nama atau membingkai opini sepihak, apalagi dalam isu yang menyangkut kerusakan hutan dan kejahatan lingkungan. Fungsi kontrol sosial dan keberimbangan harus tetap dijaga.
> “Klarifikasi boleh, tapi jangan abaikan bukti. Jejak excavator dan galian di kawasan HPT bukan ilusi. Itu fakta di lapangan,” ujar warga lain.
Sampai berita ini diturunkan, tim media masih menelusuri keterkaitan alat berat yang digunakan di lokasi serta mendorong Polda Riau dan Polres Kuansing segera membuka penyelidikan secara terbuka dan profesional.
> Riau tidak boleh tunduk pada kekuatan uang. Hutan adalah marwah. Alam adalah titipan. (REDAKSI)