SIAK, Kilas Balik — Aroma kekuasaan menguar tajam di gedung parlemen Kabupaten Siak. Partai Golongan Karya (Golkar), yang menduduki kursi tertinggi lewat Ketua DPRD Indra Gunawan, kini jadi sorotan tajam publik setelah sejumlah proyek pokok-pokok pikiran (Pokir) dewan tahun 2025 diduga dikondisikan kepada perusahaan-perusahaan yang berelasi dengan kekuatan politik sang Ketua.
Data yang dihimpun menyebutkan sedikitnya enam paket pekerjaan bernilai miliaran rupiah tercatat sebagai bagian dari Pokir Indra Gunawan. Paket-paket tersebut tersebar di beberapa kecamatan strategis, mulai dari pembangunan jaringan air bersih hingga proyek bronjong dan drainase. Total nilai proyek yang disinyalir dalam genggaman pengaruhnya mencapai puluhan miliar rupiah.
Berikut daftar beberapa proyek yang menjadi sorotan:
1. Pengembangan Jaringan Distribusi dan Sambungan Rumah Kampung Langkai, Kecamatan Siak
Pemenang: CV. Purina Ayuning – Rp 1.139.638.281
2. Pengembangan Jaringan Air Kampung Bunga Raya, Kecamatan Bunga Raya
Pemenang: CV. Bumi Siak Lestari – Rp 816.961.265
3. Pengembangan Jaringan Air Kampung Jaya Pura, Kecamatan Bunga Raya
Pemenang: PT. Puri Ayyuna Selaras – Rp 662.942.727
4. Pembangunan Bronjong Kampung Busur, Kecamatan Sei Apit
Pemenang: CV. Berkah Ramadhan Al Fitra – Rp 5.895.000.000
5. Pembangunan Bronjong Kampung Sungai Kayu Ara, Kecamatan Sei Apit
Pemenang: CV. Ulama Bina Mandiri – Rp 2.926.821.827
6. Pembangunan Drainase Jalan Sukajadi, Kampung Sungai Kayu Ara
Pemenang: [On Progress] – Rp 982.846.942
Indikasi Konspirasi: Kuasa Politik Bertemu Bisnis Proyek
Berbagai pihak mempertanyakan bagaimana nama Indra Gunawan begitu dominan dalam dokumen keterangan proyek tersebut. Sebagai Ketua DPRD sekaligus tokoh utama Partai Golkar di Siak, keberadaan namanya sebagai “pemilik Pokir” dalam proyek-proyek bernilai besar menimbulkan pertanyaan:
Apakah kuasa legislatif kini digunakan sebagai alat distribusi proyek?
Indikasi dugaan konspirasi mencuat ketika perusahaan-perusahaan pelaksana proyek tersebut diduga memiliki kedekatan baik secara politik maupun personal dengan elit lokal. Dalam sistem pemerintahan yang sehat, distribusi proyek seharusnya berlangsung transparan, terbuka, dan bersaing sehat melalui lelang. Namun pada kenyataannya, nama-nama perusahaan ini seolah sudah “disiapkan”.
Pokir: Celah Korupsi atau Aspirasi Rakyat?
Pokir memang dilegalkan melalui mekanisme Musrenbang dan penyusunan APBD. Namun, dalam praktiknya Pokir sering disalahgunakan sebagai ladang distribusi anggaran demi kepentingan politik dan pribadi. Banyak daerah sudah menjadi contoh, di mana proyek Pokir menjadi bancakan elite melalui "proyek titipan".
Di Siak, dugaan praktik semacam itu mulai menyeruak ke permukaan. Beberapa aktivis dan pemerhati anggaran mulai mempertanyakan mengapa hanya segelintir nama yang menguasai begitu banyak proyek.
Pengawasan Lemah, Akuntabilitas Dipertanyakan
Hingga kini, belum terlihat upaya serius dari Inspektorat Kabupaten Siak, BPK, atau Aparat Penegak Hukum untuk memeriksa relasi antara pemilik pokir dan pelaksana proyek. Jika tidak ditindaklanjuti, hal ini bisa menciptakan preseden buruk: parlemen tak lagi menjadi pengawas anggaran, tetapi justru pemain aktif dalam pengaturannya.
Mendesak Audit dan Transparansi
Publik, khususnya warga Kabupaten Siak, berhak tahu:
Apakah proses pengadaan proyek-proyek ini berlangsung terbuka?
Siapa pemilik sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan tersebut?
Apakah mereka terafiliasi dengan Partai Golkar atau pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan Ketua DPRD?
Demi menjaga marwah demokrasi dan integritas anggaran, sudah sepatutnya lembaga pengawasan turun tangan. Jika tidak, maka rakyat hanya akan jadi penonton dari panggung kekuasaan yang kian eksklusif.
Siapa yang Menguasai Anggaran, Menguasai Daerah
Panggung politik di Siak sedang mempertontonkan sesuatu yang lebih dari sekadar peran legislatif ini tentang bagaimana partai penguasa mengendalikan arah dana publik. Ketika wakil rakyat berubah menjadi “raja kecil” anggaran, maka sudah waktunya rakyat bertanya:
Masihkah anggaran itu milik rakyat? Atau sudah berpindah tangan menjadi milik Golkar?
tim investigasi